ri lepuspa castle

lepuspa castle

Thursday, January 13, 2011

Penjahit dan QC

Di awal tahun 2011 ini, saya diberikan beberapa "kejutan" yang awalnya membuat kesal dan sebal. Mulai dari ulah karyawan dengan "penyakit lama"nya yaitu tidak masuk kerja berbarengan dengan tidak memberi kabar lebih dari 3 hari (walaupun ternyata mereka sakit), beberapa bahan kaos ternyata banyak cacatnya (padahal sy bayar untuk grade A lho), sampai gagal jahit untuk beberapa rol Lentik model baru! Untuk kali ini, saya mau curhat masalah terakhir, masalah penjahit.

Sekarang ini saya punya 5 tempat makloon jahit. Cara penyampaian bahannya ada dua: sebagian diantar ke tempat makloon, sebagian lagi diambil oleh pemakloon ke tempat sy. Begitu juga dalam penyampaian hasil jahit. Dalam pelaksanaan pembuatan bajunya juga diserahkan kepada masing2 pemakloon sesuai dengan standar kebiasaan mereka masing2, yang penting hasilnya sesuai dengan standar kita. Agar standar ukuran dan kualitas jahit tidak terlalu berbeda, maka sy punya satu pemakloon yang menjadi "contoh"nya. Sebelum baju2 dibuat di 4 pemakloon lain, dia membuat sample untuk setiap model dengan 5 ukuran berbeda (XS s/d XL) untuk Lentik dan 4 ukuran berbeda (S s/d XL) untuk Zirac. Penentuan harga makloon berdasarkan referensi pemakloon sample ini. Bahkan jarum yang digunakan juga berdasarkan referensi dari pemakloon sample ini.

Untuk cara pembayaran, sy memberlakukan cara yang sama untuk setiap pemakloon. Pembayaran dilakukan pada saat pengambilan atau pengantaran hasil jahit sebelum di QC> Pembayaran masih secara cash untuk saat ini krn biasanya nilai makloon untuk per order makloon tidak lebih dari 4jt, dan sebagian besar mereka masih belum banking familiar ternyata. Pada awalnya, berjalan dengan lancar. Per odernya dari setiap pemakloon setelah di QC biasanya yang tidak lolos QC tidak lebih dari 10%, dan itu cukup baik menurut saya. Sebagian besar dari dari yang tidak lolos QC itu masih bisa diperbaiki, biasanya karena noda minyak atau kotor yang bisa dibersihkan. Sisanya yg tidak banyak dan harus masuk ke kategori "reject" untuk dijual murah kalo sedang mengikuti bazar atau pameran nanti.

Tapi ternyata, QC yang kita lakukan selama ini belum lengkap. Itu baru disadari sekitar seminggu yang lalu ketika hasil jahitan model baru Lentik diantarkan dari salah satu pemakloon. Selama ini QC yang kita lakukan hanya sebatas melihat kualitas jahitan dan kebersihan hasil jahit saja. Ketika hasil jahitan model baru datang, sy begitu bersemangat sehingga segera mencoba salah satu model yang memang merupakan salah satu jenis baru untuk Lentik, yaitu tunik. Begitu sy coba, ternyata sy merasa baju tersebut kebesaran padahal sy sudah mencoba ukuran yang biasa sy pakai (untuk Lentik model baru ini, sizenya baru, sy memakai ukuran S). Maka yang tadinya hanya akan mencoba satu model itu, sy jadi mencoba semua model dari hasil jahitan yang baru datang tersebut.

Dan ternyata untuk model gamisnya lebih parah hasilnya, panjang gamisnya kurang 4-6 cm! MasyaAllah... padahal gamis model tersebut menghabiskan bahan kaos 3 rol!!! Belum lagi yang tunik, 2 rol! Untuk yang tunik, masih bisa diperbaiki karena hampir semua kesalahannya pada ukuran yang kebesaran, tapi untuk gamis tentunya tidak bisa diperbaiki karena kan sudah terlanjur dipotong kependekan. Jadilah gamis tersebut masuk ke kategori "reject" (ternyata hanya 2 rol, yang satu rolnya lagi panjangnya sesuai ukuran -- alhamdulillah -- herannya, kok bisa ya? Harusnya kan polanya sama saja waktu motong kainnya itu... ah entahlah). Yang menjadi persoalan adalah semua hasil jahitan itu sudah dibayar ongkos makloonnya, dan sekarang yang tunik tertunda penjualannya karena sebagian besar harus diperbaiki, bahkan yang gamis sebagian besar tidak bisa dijual dengan harga normal (dijual kurang dari 50% akhirnya, dengan menggunting label Lentiknya tentu saja).

Ongkos belajar? Okelah. Pelajaran yang didapat dari peristiwa ini adalah: (1) perlu diperbaikinya sistem QC dan (2) perlu dirubah cara pembayaran ke makloon. QC harus lebih lengkap dengan mengukur paling tidak bahu, panjang tangan, dan panjang gamis. Pekerjaan QC menjadi lebih berat, sehingga perlu penambahan karyawan. Cara pembayaran ke makloon pun dirubah. Pembayaran diberikan setelah QC dilakukan. Yang dibayar adalah yang lolos QC, sementara yang perlu perbaikan, baru dibayar ketika perbaikan selesai dan lolos QC perbaikan. Untuk hasil jahitan yang cacat atau tidak bisa diperbaiki, sepertinya harus dinegokan dengan pemakloon. Sy akan mengajukan untuk pembayaran makloon 50% saja, karena barang cacat kan dijual dengan harga diskon 50-70% dari harga jual. Mudah-mudahan bisa berjalan lancar dan permasalah di atas tidak terulang lagi. Amin.

Friday, December 24, 2010

Karyawan dan Disiplin

Hari Kamis, tanggal 23 Desember 2010 hampir seharian saya (bersama suami dan anak-anak) tidak di rumah. Aktivitas dimulai dengan mengambil rapot Ade Ivan di sekolahnya di pagi hari dan berakhir di dokter untuk mengkonsultasikan Ade Ivan menjelang magrib (Hmmm... Ade Ivan menjadi fokus rupanya). Tapi bukan kedua hal itu yang ingin diceritakan di postingan kali ini (ya... akhirnya sudah sekitan tahun vakum, saya mulai berkunjung dan posting lagi di blog ini...), melainkan hal lain yang berhubungan dengan usaha produksi baju muslim Lentik dan Zirac (alhamdulillah... akhirnya Lentik ditemani "saudara laki-lakinya" Zirac... InsyaAllah saya cerita di postingan lain tentang Zirac ini ya...) yang sedang saya tekuni sekarang. Yaitu masalah karyawan dan kedisiplinannya.

Lentik, yang sudah dimulai sejak tahun 2008 lalu, alhamdulillah di awal tahun 2010 ini (bulan Februari) mulai melebarkan sayap dengan menerapkan sistem reseller dan melakukan produksi lebih banyak. Brosur (katalog) mulai dibuat. Nah, singkatnya dulu (InsyaAllah tentang perjalanan Lentik ini saya cerita di postingan lain ya... ups, jadi banyak janji postingan nih... hehehe...), mulai bulan Mei 2010 Lentik menerapkan sistem keagenan dan mulai beriklan di majalah (Ummi dan Alia/Aulia secara bergantian). Alhamdulillah, pesanan mengalir tanpa diduga, sehingga di awal penerapan sistem keagenan (berbarengan dengan menjelang Idul Fitri) Lentik bahkan sempat kehabisan stok!!! Padahal sudah sekitar 1200pcs stok baju yang dipersiapkan. Amazing buat saya. Tentunya dengan bertambah pesanan, produksi juga harus ditambah, aktivitas jadi lumayan banyak dan sudah tidak bisa dihandle lagi oleh saya sendirian. Saya memutuskan untuk menghire karyawan.

Jadilah sejak bulan Mei itu saya memiliki karyawan. Tidak banyak, awalnya bahkan hanya satu orang saja, dan sekarang sudah dua orang. Karena waktu itu saya beranggapan aktivitas Lentik belum terlalu banyak, maka cukuplah dua karyawan untuk menghandle Lentik. Juga karena tidak mau terlalu ribet dalam rekruitment, saya memanfaatkan fasilitas kekeluargaan alias mengajak saudara sepupu dan sepupu ipar untuk membantu saya di Lentik tersebut. Begitulah, tanpa peraturan yang jelas (kecuali untuk upah, sudah jelas) mulailah saya memiliki karyawan.

Satu, dua bulan pertama, semua masih bisa berjalan dengan baik, mungkin juga karena aktivitas belum terlalu banyak bagi 2 karyawan saya tersebut. Beberapa kesalahan sempat dilakukan oleh masing-masing karyawan tapi masih bisa ditolerir karena mereka masih dalam tahap belajar (misalnya dalam menghitung stok, memeriksa hasil jahitan, pengiriman, dsb). Waktu itu untuk produksi, pemesanan dan pembuatan nota pembayaran masih saya pegang.

Bulan ketiga, saya mulai menyerahkan sebagian pemesanan dan pembuatan nota pembayaran kepada salah satu karyawan. Dia pun diberi fasilitas handphone untuk keperluannya tersebut. Alhamdulillah si karyawan ini cepat belajar untuk menghadapi pelanggan (baik via sms, telpon, maupun secara langsung yang datang ke rumah) walaupun dibarengi dengan beberapa kesalahan pembuatan nota pembayaran pada awalnya. Selain untuk pemesanan dan pembuatan nota pembayaran, karyawan ini diberi tugas untuk melakukan administrasi (pembukuan). Karyawan satu lagi tugasnya adalah QC (Quality Control) baju-baju yang selesai dijahit dari penjahit, dan stok. Produksi masih saya pegang sepenuhnya dari desain, pemilihan dan pembelian bahan, sampai hubungan dengan para penjahit (pengantaran bahan dan pengambilan baju hasil jahit sangat terbantu oleh sopir rumah tangga yang lama2 bisa melakukannya tanpa harus saya temani).

Di bulan ketiga ini, mulai ada hal yang dilakukan oleh karyawan dan membuat saya kurang nyaman. Yaitu masalah kehadiran mereka untuk bekerja. Untuk jam kerja sebetulnya sudah disampaikan aturannya kepada mereka yaitu senin-jumat 08.00-16.00. Tapi sampai saat ini mereka seringkali datang lebih dari jam 08.00, paling cepat jam 08.30 (seringnya lebih telat dari itu). Sebetulnya untuk jam kerja ini, saya tidak terlalu peduli karena kadang mereka juga pulang lebih sore (walaupun itu tidak sesering mereka datang terlambat). Yang menjadi masalah adalah ketika mereka bolos kerja (berbarengan pula), atau pulang lebih awal (kerja hanya setengah hari) tanpa memberikan kabar. Semua jadwal yang seharusnya bisa beres hari itu, menjadi terbengkalai. Kebetulan saya sendiri tidak bisa selalu stand by di rumah karena masih harus melakukan kewajiban yang lain (ke kampus untuk ngajar, nguji seminar/sidang, rapat, dsb; cari bahan; ke tempat penjahit; pijit refleksi; hang out... lho?? hehehe...).

Hal ini sudah pernah dibicarakan dengan mereka, dan saya menekankan untuk pemberitahuan terlebih dahulu jika tidak akan masuk kerja atau kerja hanya setengah hari paling tidak 2 hari sebelumnya kecuali ada hal mendadak seperti sakit, dsb yang tidak bisa dipending lagi. Dan juga dipastikan salah satu karyawan harus tetap hadir (masuk kerja sehari penuh) -- mau tidak mau akhirnya masing-masing karyawan harus bisa menghandle tugas rekannya jika rekannya tersebut tidak bisa masuk kerja. Tapi hasilnya belum terlihat, masih saja terjadi tidak masuk kerja atau masuk setengah hari tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Itu terjadi kemarin, hari Kamis 23 Desember 2010, ketika saya hampir seharian di luar rumah. Tidak sengaja saya telpon rumah untuk mengkonfirmasi siapa saja yang pembayarannya sudah lunas hari itu, karena saya memprediksikan tidak bisa dikirim hari itu (sopir kan sedang bersama kita), jadi perlu pemberitahuan kepada pelanggan-pelanggan tersebut. Dan... whoalllaaa.... salah seorang karyawan sudah pulang sejak jam 1an siang tanpa memberitahu saya terlebih dahulu! Bahkan hari ini salah satu karyawan saya tersebut tidak masuk kerja tanpa pemberitahuan!!! MasyaAllah.... Sabaarr... sabaaarrr...

Terus terang sekarang saya sedang kebingungan untuk mengatasi masalah ini. Mau menegur lebih keras dari kemarin, saya sungkan karena mereka masih saudara sepupu. Bisa-bisa hubungan kami jadi tidak baik. Rupanya inilah yang dihindari suami saya, sejak awal dia tidak pernah punya karyawan yang berkerabat dengannya, repot pada saat harus melakukan teguran...

Kalau dicari penyebabkan, mungkin karena saya belum punya peraturan tertulis (jadi kesannya lebih tegas, tidak hanya disampaikan secara lisan saja) mengenai disiplin karyawan. Mungkin juga karena ketika merekrut, seolah-olah bukan mereka yang butuh karena saya yang minta. Atau bisa jadi karena sebulan terakhir ini, kebetulan seorang teman lama ikut membantu pembukuan Lentik. Karena memang hanya membantu di waktu senggang (dan sampai sekarang belum ada kesepatan pembayaran, wah jadi merasa diingatkan untuk membicarakan itu dengan dia), jadi kehadiran ke rumah tidak intens, seminggu mungkin hanya sekitar 3 kali, itupun hanya setengah hari.

Ada beberapa ide yang terpikirkan untuk mengatasi masalah ini: merekrut lagi karyawan mungkin via iklan dan tidak menerima saudara sebagai karyawan. Atau menghubungi SMK-SMK yang dekat dari rumah dan menawarkan kerjasama dengan menerima beberapa muridnya untuk melakukan kerja praktek di Lentik, jika nanti ada yang bagus bisa langsung direkrut kalau sudah lulus dan jika yang bersangkutan bersedia. Peraturan untuk karyawan perlu dibuat secara tertulis dan ditandatangani pada saat mereka bersedia menjadi karyawan Lentik.

Apa lagi ya kira-kira yang bisa saya lakukan?

Friday, September 11, 2009

Budayaku (Terselip tugas untuk mahasiswa-mahasiswa D3-ku...)

Akhir-akhir ini kita sering mendengar kegelisahan orang-orang Indonesia sehubungan dengan diklaimnya beberapa budaya kita oleh negara tetangga kita, Malaysia. Banyak yang mengecam tetangga kita tersebut dan tidak sedikit yang juga mengkritik pemerintahan Indonesia. Kalau saya lebih melihat pada kita, sebagai "yang memiliki Indonesia beserta budayanya". Barangkali selama ini kita terlena. Sangking sibuknya kita dan nyamannya kita hidup di dunia Indonesia, semua yang ada dan kita miliki itu menjadi hal yang biasa bukan yang istimewa lagi. Apalagi gempuran berbagai budaya asing sangat intens menyerbu kehidupan kita. Budaya asing yang baru kita lihat itu menjadi barang yang lebih menarik bagi kita untuk kita perhatikan bahkan kadang secara berlebihan.

Misalnya nih, kita...eh saya maksudnya lebih suka menonton film barat daripada wayang kulit... atau lebih suka memakai baju dengan bahan lain daripada batik... Beruntunglah kemudian Malaysia "mengingatkan" kita, bahwa kita selama ini sudah terlalu tidak peduli kepada budaya kita sendiri. Sehingga mulailah kita sekarang memperhatikan lagi budaya-budaya kita yang begitu beragam dan indah ini. Bersyukurlah batik kita (bukan batik negara lain, karena negara lain juga ada yang memproduksi batik lho), yaitu batik tulis (hanya Indonesia yang memproduksi batik tulis), pada tanggal 2 Oktober nanti akan disahkan sebagai Warisan Budaya Dunia (World Heritage) oleh UNESCO, dan akan mulai dipublikasikan pengesahan itu tanggal 28 September nanti.

Banyak alasan yang bisa "dibuat" untuk lebih memilih budaya lain daripada budaya sendiri. Misalnya untuk batik, mungkin ada yang bilang bahannya kurang nyaman dipakai (yang enak dipakai ya mahal harganya), motifnya ngga oke, modelnya gitu-gitu aja, keliatannya kyk orang tua, dsb... Nah, kalo mau pake batik yang nyaman dipakai, harga terjangkau, modelnya fashionable, terlihat unik dan enerjik seperti kaum muda yang sedang aktif-aktifnya; coba deh baju-baju dari Lentik, nyaman dipakai karena bahan dasarnya kaos, model-modelnya fashionable dan cantik, unik dengan perpaduan batik katun. Lihat saja model-modelnya di sini Nah, jadinya bisa tampil cantik dan enerjik sambil melestarikan budaya kita sendiri yaitu batik. Hehehe... kok jadi promosi...

Buat para mahasiswaku, silakan buat tugas writing dengan tema: (1) "bagaimana anda memandang Indonesia selama ini?" dan (2) "Indonesia dan budayanya" masing-masing minimal 100 kata. Sesuai dengan nomor urutnya, tema pertama untuk pengganti kuliah terakhir sebelum Idul Fitri dan tema kedua untuk pengganti kuliah pertama setelah Idul Fitri. Tugas dikumpulkan pada saat kalian masuk pertama kali setelah libur Idul Fitri... Sehubungan dengan semakin dekatnya Idul Fitri, saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri bagi yang merayakannya, mohon maaf lahir dan batin untuk semuanya...

Thursday, August 13, 2009

Lentik: Edisi Ke 2

Setelah sekian lama absen meng-up date salah satu "rumah" saya ini, pagi ini ketika iseng membuka kembali jadi merasa terpanggil untuk mengisinya kembali. Banyak hal yang bisa dijadikan alasan kenapa "rumah" yg ini terbengkalai selama itu. Tapi tidak perlu dibahas panjang lebar, saya lebih tertarik untuk mulai merapikannya lagi selagi ini hati semangat untuk melakukannya... :)

Sudah sekitar 6 bulan ini, saya punya kegiatan baru yang cukup menyita waktu. Walaupun begitu saya sangat senang melakukannya. Mungkin karena ini merupakan passion saya? Mungkin, dan itu bukan masalah kan? Yang terpenting saya menikmatinya. Kegiatan apakah itu? Tidak jauh dari jual-menjual yang sudah sekitar 2 tahun ini saya lakukan. Bedanya sekarang ini saya mulai memproduksi sendiri barang jualan dalam jumlah yang lebih besar dengan pemasaran yang lebih luas. Saya memproduksi baju muslimah berbahan dasar kaos katun combed dengan kombinasi batik katun. Saat ini sudah memasuki edisi ke 2, artinya sudah bertambah banyak model-model bajunya. Beberapa model baru itu akan saya perkenalkan di tulisan ini:

LKB-15

LKB-11

LKB-18

LKB-19

Masih ada 3 model gamis baru dan 3 model atasan baru di edisi ke 2 ini ditambah 8 model atasan dari edisi sebelumnya. Semua model bisa dilihat di http://lepuspa.biz/moeslim-wears-lentik-c-19_20.html

Friday, September 26, 2008

Ditilang

Sekitar seminggu yang lalu ketika saya sedang dalam perjalanan pulang ke rumah seusai mengikuti bazar di Bio Farma, mobil yang saya tumpangi disuruh minggir oleh seorang polisi bermotor di dekat salah satu pintu masuk ke PT. DI. Sopir saya sih menurut saja minggir dan menunggu Sang Polisi berjalan mendekat. Dan dengan kepercayaan diri penuh, seperti biasa kalau diberhentikan polisi, Si Sopir memberikan STNK dan SIMnya untuk diperiksa. Sang Polisi menerima dan memeriksa surat-surat tersebut untuk beberapa saat. Biasanya sih setelah itu langsung surat-suratnya dikembalikan dan kami disuruh melanjutkan perjalanan. Tapi kali ini ternyata tidak. Sang Polisi malah mengisyaratkan Si Sopir untuk turun dan mengikutinya ke belakang mobil.

Saya, karena turut bertanggung jawab sebagai Si Empunya Mobil, ikut turun dan mengikuti mereka. Walau kondisi badan lelah setelah dua dua hari ini menjadi 'SPG' di bazar, belum lagi seharian sebelumnya mempersiapkan barang-barang untuk bazar (jadi total 3 hari bekerja bakti untuk bazar), dan ditambah pula sakit kepala yang telah terasa sejak siang tadi, dan saat itu semakin menguat rasa sakitnya; saya bertanya baik-baik ada apa sebenarnya sehingga harus 'diajak ke belakang mobil' seperti itu. Dan jawabannya membuat kening berkerut semakin dalam (karena sakit kepala dari tadi udah berkerut tuh si kening...): "Sopir ibu sudah melanggar pasal.... (lupa berapa ya..., tapi dia kala itu berkata sambil membuka buku surat tilangnya memperlihatkan entah pasal apa itu..) menggunakan mobil bukan peruntukkannya..." Singkatnya kita dibilang salah karena menggunakan mobil APV untuk mengangkut barang-barang bazar seperti: hanger baju, baju2nya, dsb.

Awalnya saya tidak mau terima dikatakan melanggar, saya berikan bukti-bukti bahwa banyak orang melakukan hal yang sama dan juga kami sudah beberapa kali melakukan tersebut tetapi aman-aman saja selama ini. Sayangnya Sang Polisi ngotot bahwa kami melanggar dan harus ditilang. Karena sudah demikian cape, akhirnya saya bilang," terserah Bapak deh mau apa, silakan ditilang juga nggak apa-apa..."

Akhirnya ditilanglah, SIM Sopir saya ditahan. Padahal kala itu bukan pemeriksaan rutin, Sang Polisi (menurut Sopir saya) sedang mengatur jalan di pertigaan dekat situ. Padahal kami sering melewati jalan tersebut, setiap kami pergi keluar rumah dengan menggunakan mobil hampir 90%nya melewati jalan tersebut. Padahal jalan tersebut tidak lebih dari 200 M jauhnya dari rumah saya...Hmm... memang sudah harusnya ditilang kali ya...

Sesampainya di rumah, ketika suami sudah datang (pada saat kejadian tilang tersebut suami sedang ke Jakarta) saya cerita tentang kejadian tilang tersebut. "Lha kok Bunda mau aja terima ditilang, itu sih bukan pelanggaran. Ngapain coba para produsen dan penjual mobil-mobil setipe APV diberi ijin penjualan dan kursi-kursi belakang yang bisa dilipat secara ekstrim itu dibuat, kalau bukan salah satunya dipakai untuk membawa barang..."

Bener juga ya... Waktu itu tidak kepikiran melontarkan alasan seperti itu, namanya juga lagi cape banget. Tapi gimana nih menurut temen-temen blogger, bener nggak sih ada peraturan yang menyebutkan saya melanggar karena membawa barang-barang bazar di mobil APV (padahal barang-barangnya juga tidak menutupi jendela lho...)?

Sunday, September 14, 2008

sang angan dan yang nyata

ketika mataku terbentur tatap penuh harap.
seakan melantunkan sebaris kata yang tersekap.
"jangan pernah berubah...jangan pernah terjadi..."
dan hati ini ingin segera melontar jawab.
tak pernah kuberubah bahkan ketika sang petir menghanguskan anganku dikarenakan kesalahan itu.
tapi semua telah terjadi tanpa mampu kuhindari.
karena maafkan kuharus menjauh.
mengertilah karena kuharus memilih.
walau berat kurasa tuk kembali kepada yang telah lama memiliki.
kuingin kau percaya apa yang terpatri di kalbu, tetap seperti yang kau mau.

Bandung, 29 November 2005, 23:42
mengingat salah satu lantunan indah Marcell
maaf, mungkin kuhanya 'GR'
tapi biarlah agar tetap bisa kukenang dengan indah

Monday, September 08, 2008

Forum TDA Bandung September 2008: Ina Cookies & buka bersama

Sebagian peserta Forum TDA Bandung September'08

Hari Sabtu, 6 September 2008, TDA Bandung menggelar pertemuan bulanannya yang diberi tajuk Forum TDA Bandung. Kali ini, karena berbarengan dengan bulan Ramadhan maka Forum TDA Bandung diadakan sambil buka bersama. Seperti Forum TDA Bandung sebelumnya, untuk bulan ini kita mengundang seorang pengusaha yang sudah sukses di bidangnya untuk sharing pengalaman dalam mensukseskan usahanya. Karena mendekati lebaran, maka pilihan jatuh pada per-kue-an, dengan mengundang Ibu Ina sebagai owner Ina Cookies, salah satu merek kue terkenal di Bandung. Ide ini dilontarkan Bu Betty pada saat penyenggaraan Forum TDA Bandung bulan sebelumnya. Sebagai penggagas ide, Bu Bu Betty langsung bergerak menghubungi Ibu Ina, bahkan mempersilakan rumahnya (kata Bu Betty, bukan rumahnya melainkan masih 'pondok mertua indah', nggak masalah Bu... yg penting niat Bu Betty itu lho baik banget...he..he..) dipakai untuk acara tersebut. Belum lagi menyediakan makan malam beserta kue-kuenya yang lezat itu. Tidak hanya itu, di depan rumahnya sampai dipasang spanduk selamat datang bagi para peserta Forum TDA Bandung (sebelumnya, belum pernah acaraForum TDA Bandung menggunakan spanduk seperti ini). Terima kasih banyak ya Bu Betty...

Spanduk itu...

Walaupun sore hari itu mendung dan acara dimulai agak molor karena menunggu beberapa peserta yang datang terlambat, namun Alhamdulillah acara tetap berlangsung dengan lancar dan pastinya menarik. Diawali dengan sedikit penjelasan tentang TDA yang dibawakan oleh suami tercinta (Fauzi Rachmanto), acara terus berlanjut kepada penjelasan tentang entepreneurship oleh Pak Budi Purwanto (owner Smart Solusi). Pak Budi mengajak kita semua untuk menjadi pengusaha yang bukan kecelakaan. Maksudnya menjadi pengusaha dari awal sudah berniat memiliki usaha dan direncanakan dengan baik bukan terpaksa karena misalnya tidak diterima kerja dimana-mana. Dan menjadi pengusaha haruslah bisa menyedot uang milik kalangan atas bukannya menyedot uang milik kalangan sendiri atau kalangan di bawahnya agar terjadi perputaran yang seimbang dari uang tersebut. Karena selama ini yang terjadi adalah tersedotnya uang kalangan bawah ke kalangan atas. Jadi, buatlah produk-produk untuk konsumsi kalangan atas dengan misalnya mengambil bahan baku dari kalangan bawah.

Suami tercinta... (yang memegang mic lho ya... ganteng kan..he..he..)

Pak Budi dari Smart Solusi (yang berdiri)

Selanjutnya, Bu Ina sebagai 'bintang utama' menceritakan perjalanan usahanya dengan bersemangat. Bagaimana jatuh bangunnya Bu Ina bersama suami dalam membangun usahanya sehingga menjadi sukses seperti sekarang ini. Usahanya tidak langsung dibidang kue kering tetapi pernah mencoba jahe merah yang ternyata gagal total padahal sudah menghabiskan dana yang tidak sedikit. Kue kering ini diawalinya dengan menjajakan dulu kue-kue kering buatan Sang Kakak. Saat itu Bu Ina sedang hamil besar anak keduanya, tetapi dengan semangat beliau menjajakan kue-kue itu door to door ke tetangga-tetangganya. Setelah menyadari banyak capeknya daripada untungnya, akhirnya Bu Ina mencoba belajar beberapa resep kue kering dari Sang Kakak. Setelah menguasai beberapa resep tersebut, Bu Ina, bermodalkan meminjam bahan-bahan kue dari Sang Kakak, mulai memproduksi sendiri kue keringnya.

Bu Ina (Ina Cookies)

Acara dilanjutkan dengan penjelasan tambahan untuk Ina Cookies dari Sang Suami, Pak Rakhmat dan Pak Iyan (sebagai Direktur Ina Cookies). Di sini dijelaskan bagaimana produksi dan pemasaran Ina Cookies sekarang ini juga kesempatan untuk menjadi agen Ina Cookies.


Pak Rakhmat (Suami Bu Ina)

Pak Iyan dari Ina Cookies

Sebagian peserta juga...

Acara yang dihadiri sekitar 60 orang peserta ini diakhiri dengan buka bersama, sholat magrib bersama dan menyantap jamuan makan malam yang lezat. Dan semakin terasa lezat karena ada menu spesialnya yaitu kambing guling, yang mana kambingnya merupakan sumbangan dari Pak Agus Ramada (owner Villa Domba), dan dimasak oleh Republik Kuliner (Kang Agah). Terima kasih banyak juga buat Kang Agus Ramada (belum pernah bertemu orangnya, tapi sudah ikut menikmati hasil usahanya, hebat deh...) dan Kang Agah.

Kambing Guling itu...

Masih sebagian Peserta...

Sebagian peserta lagi...

Nah, begitulah sepenggal cerita asyiknya Forum TDA Bandung. Pada kenyataannya lebih asyik lagi lho. Makanya gabung yuk, terutama bagi yang memang sudah memiliki, sedang memulai atau akan memulai usaha. Nantikan acara-acara yang lebih mengasyikkan lagi di Forum TDA Bandung berikutnya...